
-->
PINRANG — Panen raya seharusnya menjadi momen penuh syukur bagi para petani. Setelah berbulan-bulan bergelut dengan lumpur, hujan, dan terik matahari, inilah saatnya mereka memetik hasil kerja keras. Namun di Kabupaten Pinrang, kebahagiaan itu terasa semu. Di tengah hamparan padi menguning dan ladang penuh hasil, hati para petani justru dipenuhi kecemasan: ke mana kami harus menjual gabah ini?
Gudang Bulog penuh. Pihak swasta pun tak sepenuhnya bisa diandalkan. Gabah yang seharusnya mendatangkan rezeki kini justru terancam membusuk.
“Kalau tidak segera diangkut, kami rugi. Tapi kalau jual ke swasta, kami takut ditipu soal harga,” keluh seorang petani muda di Kecamatan Cempa, matanya menatap tumpukan karung gabah yang belum laku.
Kepala Bulog Pinrang, Ivan Faisal, menegaskan bahwa pihaknya tidak tinggal diam. Ia menyatakan tetap optimis meski gudang Bulog penuh, dan mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyewa gudang tambahan berkapasitas 35.000 ton.
Namun bagi para petani, di tengah panen serentak di ribuan hektare sawah, harapan tak bisa hanya bertumpu pada optimisme. Mereka butuh tindakan nyata—pengangkutan, kehadiran, dan kepastian harga.
Salah satu petani di Kecamatan Cempa, berinisial P, juga mengeluhkan absennya perwakilan Bulog dalam rapat pra-panen yang digelar di Kantor Desa Sikkuale, Kecamatan Cempa, pada Rabu pagi (23/5/2025).
Menurutnya, ketidakhadiran Bulog dalam forum penting tersebut membuat para petani bingung dan tidak memperoleh kepastian soal penyerapan gabah.
“Dalam rapat tadi, kami diminta menjual hasil panen ke mitra Bulog. Tapi tidak ada kejelasan apakah armada Bulog akan langsung datang ketika kami siap menjual. Itu yang paling dipertanyakan oleh para petani,” ujar petani milenial itu.
Ia menambahkan, para petani tidak bisa menunggu terlalu lama untuk proses pengangkutan, karena risiko kerugian bisa semakin besar.
“Kalau panen telat satu atau dua hari saja, bisa rugi. Jadi petani memang tidak mudah. Pembina pertanian kami juga hanya mendampingi dua desa, sementara panen di Cempa hampir pasti terjadi bersamaan,” ungkapnya.
Karena kondisi itu, kata P, petani di wilayahnya tak bisa terlalu menggantungkan harapan pada Bulog. Mereka mengaku tetap akan menjual hasil panen ke pihak swasta, meski dengan segala risiko yang ada.
“Daripada gabah kami rusak, lebih baik dijual saat panen tiba,” pungkasnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bulog Pinrang, Ivan Faisal, menyatakan bahwa pihaknya tidak menerima informasi atau undangan terkait rapat tersebut.
“Tidak ada tembusan ke kami. Kalau memang ada penyampaian, kami pasti hadir untuk memberi edukasi kepada petani. Justru kami senang jika ada undangan seperti itu. Tapi dalam hal ini, memang tidak ada informasi yang kami terima,” tegasnya.